Ramadan dan Kejernihan Hati

Waktu terus bergilir kini Ramadan memasuki fase pembebasan api neraka. Tentu babak final bagi hamba yang beriman untuk menjadi pemenang Ramadan dengan predikat muttaqin. Oleh karena itu bagi setiap hamba-Nya Allah memberi dua pilihan dalam hidup, mengambil langkah fujur dan maksiat atau menempuh jalan taqwa dan kebenaran, "Fa alhamahaa fujuurohaa wa taqwaahaa".

Puasa Adalah Ibadah Sosial

Bisa dikatakan puasa adalah ibadah sosial. Karena, tujuan terbesar diwajibkanya puasa Ramadhan adalah berkenaan dengan problematika sosial. Seperti keadilan sosial, wabah korupsi, kejujuran, amanah dan pengentasan kemiskinan. Sehingga, puasa Ramadan kali ini pun akan memiliki relevansi yang signifikan dengan hiruk-pikuk kondisi bangsa Indonesia saat ini.

Aspek-aspek Pembentukan Generasi Muslim yang Kuat

Islam adalah agama yang diwahyukan Allah SWT sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia agar memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan yang dicita-citakan dalam ajaran Islam adalah kebahagiaan dalam arti yang sesungguhnya, yang meliputi kebahagiaan individu maupun sosial, kebahagiaan keluarga ataupun bangsa, kebahagiaan jasmani maupun rohani, kebahagian dunia maupun akhirat. Singkatnya, kebahagiaan dalam arti yang seluas-luasnya.

Hikmah Puasa Bagi Kesehatan

Memasuki ibadah puasa ini muncul berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan kesehatan seperti; Bagaimana bagi yang mempunyai badan yang lemah. ? Bagaimana pula dengan yang mempunyai sakit maag, diabetes, jantung, dan penyakit berat lainnya? Kemudian apakah benar jikalau berbuka harus dengan makanan yang manis-manis?

Melatih Anak untuk Menunaikan Ibadah Puasa

RAMADAN telah tiba. Bulan yang penuh rahmat, berkah, dan ampunan itu sudah tiba. Sebagai orangtua yang telah berpuluh kali menjalani ibadah puasa, tentu kita sudah tahu apa tujuan, makna, dan manfaat berpuasa. Tapi bagaimana dengan anak-anak kita?

Tanggapan Habib Munzir Mengenai Speaker yang Mengganggu 0

Binyo Wayang | 06.47 |

Assalamu’alaikum warrahmatullah wabarakatuh,
Habib Munzir yang saya muliakan, semoga Habib dan keluarga senantiasa diberi kesehatan oleh Allah swt
langsung saja Bib, didekat rumah saya, pengeras suara di majelis terlalu berlebihan volumenya, yang paling mengganggu saya adalah digunakannya pengeras suara untuk acara pengajian ibu ibu, tahlilan, ataupun cuma untuk mengaji pribadi. saya sama sekali tidak ada unsur antipati, tapi bukankah semua acara yg saya sebut tadi cenderung acara pribadi atau kelompok kecil? apakah ada kepentingan dari masyarakat sekitar dalam radius 500 m2 sehingga mereka harus ikut mendengar acara atau kegiatan pribadi itu? hal itu jelas mengganggu. apakah saya salah dan berdosa apabila merasa terganggu? jujur saya yang muslim saja merasa terganggu, apalagi mereka yang non muslim.
saya sama sekali tidak anti atau alergi terhadap orang yg mengaji. tapi bukankah mengaji adalah kegiatan pribadi yang berusaha menghubungkan orang yang membaca dengan penciptanya? perlukah ratusan orang di sekitarnya ikut mendengar? mohon bimbingannya bib.
dan adakah peraturannya tentang penggunaan pengeras suara?
terima kasih sebelumnya, mohon maaf bila ada kata yang tidak berkenan dihati habib.
wassalamualaikum warrahmatullah wabarakatuh
Jawaban Habib Munzir Al Musawa
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
kebahagiaan dan Kesejukan Rahmat Nya semoga selalu menaungi hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
Pengeras suara tidak ada dimasa Rasul saw, maka semua yg tidak ada/ belum ada dimasa rasul saw boleh digunakan jika bermanfaat dan tidak bertentangan dg syariah, dan haram digunakan jika membawa kerugian/keburukan dan atau hal yg tampaknya baik namun bertentangan dg syariah.
sebagaimana shalat fardhu ditambah misalnya menjadi 6 waktu, hal itu sekilas adalah kebaikan, namun bertentangan dg syariah, maka hal itupun dilarang.
mengenai pengeras suara, ia hanya alat syiar, dan adzan yg terdengar dari pengeras suara tidak wajib dijawab, karena ia bukan suara manusia, tapi suara alat yg memperbesar suara, sebagaimana siaran langsung di masjidilharam dalam shalat tarawih kita tak bisa bermakmum pada televisi, karena ia hanya alat penyampai dari siaran tersebut,
maka pengeras suara banyak ditentang oleh ulama kita masa lalu, sebabnya menggganggu.
namun dimasa itu belum banyak suara yg ribut, seperti suara televisi didalam rumah, motor, mobil dll yg itu semua membuat suara adzan muadzin tanpa pengeras suara tak akan terdengar walau hanya beberapa rumah dari masjid.,
maka kini pengeras suara diakui oleh Jumhur (mayoitas seluruh madzhab, demikian untuk adzan.
mengenai acara lainnya, maka jika bermanfaat bagi masyarakat banyak maka boleh, jika justru masyarakat banyak terganggu (selain adzan) maka hendaknya tak digunakan.
kita pun acara Majelis Rasulullah saw setiap malam selasa di Masjid Almunawar, pancoran, tak menggunakan speaker luar ketika jamaah masih belum memenuhi masjid, kita hanya memakai speaker dalam karena tak mau mengganggu masyarakat,
namun setelah jamaah semakin banyak hingga memenuhi pelataran masjid hingga mencapai lebih dari 15.000 orang, maka kami menggunakan speaker luar hanya dihadapkan ke jamaah dan kejalan raya, tidak dihadapkan ke belakang masjid yg merupakan perumahan,
namun justru hal itu mengundang protes masyarakat, mereka meminta speaker diaktifkan ke belekang masjid pula agar mereka bisa dengar, maka atas permintaan masyarakat kami mengaktifkannya, dan tentunya hadirin kini mencapai 20.000 muslimin atau lebih.
demikia pula majelis setiap malam jumat dirumah saya, kita tak menggunakan toa, hanya sound system dirumah, namun dengan semakin banyaknya hadirin dan kini mencapai 15.000 muslimin muslimat, yg memenuhi hingga jalan raya, maka kami konfirmasi pd tetangga apakah mereka terganggu, ternyata tidak ada yg terganggu bahkan senang karena wilayah itu awalnya sepi dan rawan perampok, kini menjadi lebih aman dan kerawanan sirna.
maka kami menggunakan toa.
namun saya menyesalkan juga jika acara puluhan orang saja namun sudah menggunakan toa, boleh saja jika masyarakat tidak terganggu, namun jika banyak yg terganggu maka hendaknya disampaikan dg baik baik bahwa hal itu mengganggu.
saya juga menyesalkan beberapa masjid yg menyetel ngaji setengah jam sebelum adzan dengan speaker luar yg sangat keras, sungguh saya tidak mengerti apa maksudnya?, jika maksudnya membangunkan orang yg tahajjud maka cukuplah dg adzan awal (adzan pertama sebelum adzan subuh), hal itu sunnah dan riwayatnya shahih, adzan awal adalah untuk membangunkan orang tahajjud,
namun cukuplah dg itu, yaitu membangunkan orang tahajjud, namun jika suara ngaji terus distel 30 menit sebelum adzan subuh, apa tujuannya?, jika tujuannya untuk membangunkan orang tahajjud maka jika ia bangun dan shalat tahajjudpun ia akan sangat terganggu dg suara speaker itu, maka suara speaker itu justru mengganggu orang yg tahajjud, padahal maksudnya membangunkan yg tahajjud,
lalu setelah orang bangun maka orang itu sangat terganggu kekhusyuannya dg suara itu karena berkesinambungan 30 menit sebelum adzan, yg disaat saat itulah saat terbaik untuk berdoa, dalam keadaan sunyi dan tangis, bisikan tasbih terdengar oleh kita sendiri dalam rukuk dan sujud, namun itu semua buyar dg suara keras dari masjid yg terus tidak berhenti.
jika hal ini dilakukan di bulan ramadhan mungkin masih bisa di toleransi karena orang tidak terganggu, mereka makan sahur, dan yg belum bangun sahur akan bangun untuk sahur,
namun diluar ramadhan hal itu mengganggu, mengganggu orang yg tidak tahajjud dan mengganggu orang yg tahajjud.
namun kembali pada masyarakatnya, jika mereka setuju maka boleh saja,
untuk masalah anda saran saya anda musyawarah dg beberapa tetangga, jika mereka terganggu pula maka datanglah pada rt atau pengurus masjid, dg baik baik tanpa emosi, sampaikan hal itu, Insya Allah mereka akan mengerti.
setahu saya sebagian besar negara di dunia tak ada yg berbuat hal ini, di Malaysia, Jordan, Emirate, arab saudi, yaman, dan banyak lainnya, mereka tak menggunakan toa sembarangan selain adzan dan acara besar.
dan mengganggu orang lain haram hukumnya.’
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu, semoga sukses dg segala cita cita,
Wallahu a’lam

Selama Ramadhan, Masjid Dilarang Pakai Pengeras Suara 0

Binyo Wayang | 06.46 |

Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun, Jawa Timur, melarang semua masjid di kota setempat menggunakan pengeras suara untuk melantunkan ayat-ayat suci Alquran atau bertadarus selama bulan Ramadhan.
“Namun, larangan ini tidak berlaku selama 24 jam penuh. Pengurus masjid atau takmir tetap diperkenankan membunyikan pengeras suara menjelang sahur, saat adzan, salat lima waktu, hingga pukul 23.00 WIB,” ujar Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Madiun, Bambang Subanto, Selasa (26/7/2011).
Menurut dia, larangan ini sedang dibahas untuk dijadikan sebagai Peraturan Wali Kota Madiun. Rencananya aturan ini akan dikeluarkan sebelum puasa dan dibagikan kepada pengurus masjid.
“Pembentukkan perwalinya masih dalam proses pembuatan. Rencananya sebelum puasa yakni sekitar dua hari mendatang, perwali tersebut telah jadi dan siap disosialisasikan,” kata Bambang.
Pelarangan penggunaan pengeras suara di atas pukul 23.00 WIB tersebut agar tidak mengganggu ketenangan masyarakat saat beristirahat. Selain itu, juga untuk menghormati masyarakat lain di sekitar masjid yang non-muslim.

sumber: MADIUN | SURYA Online

Masjid dan Geliat Umat Muslim di Hongkong 0

Binyo Wayang | 06.10 |

Gelombang kedatangan TKI mendorong meningkatnya jumlah umat Islam di Hong Kong secara signifikan. Perlahan namun pasti, mereka menunjukkan eksistensinya. Ini adalah tulisan dari beberapa wawancara sekaligus.

Umat Islam sudah hadir di Hong Kong sejak akhir abad ke 19, dimulai dari pedagang-pedagang Cina yang diislamkan pedagang-pedagang Arab. Pemerintah Hong Kong kini mencatat ada 80.000 orang Islam di Hong Kong. Namun jumlah ini belum termasuk gelombang terakhir kedatangan TKI ke Hong Kong yang sebagian besar mereka muslim.

Diperkirakan kini ada sekitar 120 ribu umat Islam di Hong Kong. Sebagian besar merupakan TKI, kemudian diikuti umat muslim Malaysia dan Pakistan.

Hong Kong memiliki 5 masjid yaitu Jamia Mosque, Stanley Mosque, Kowloon Mosque, Cape Collinson Mosque dan Ammar Mosque Wanchai. Umat muslim asal Indonesia paling banyak berkumpul di Masjid Ammar di Oi Kwan Road, Wanchai. Masjid ini memang paling dekat dengan lokasi tinggal mereka di sekitar Causeway Bay, Hong Kong.

"Aktivitas kami meningkat dengan pesat, malah banyak TKI yang mendapatkan hidayah di Hong Kong," ujar Abdul Muhaemin Karim, seorang ulama Indonesia dari Islamic Union of Hong Kong, saat ditemui detikcom di Victoria Park, Rabu 15 Agustus 2007 lalu.

Menurut pria kelahiran Cirebon, 43 tahun silam ini, peristiwa 11 September justru malah membangkitkan minat masyarakat Hong Kong untuk mengenal Islam. Berbagai kelompok agama, masyarakat, universitas dan organisasi meminta Union menjelaskan Islam kepada mereka. "Kita sampai kewalahan memenuhi undangan mereka, termasuk dari Gereja, umat Buddha dan Hindu," lanjutnya.

Kesadaran beragama di kalangan TKI pun meningkat pesat. Kegiatan pengajian mingguan yang disebut Halaqah, selalu kebanjiran peminat di hari Minggu yang merupakan hari libur TKI.

Halaqah kemudian berkembang menjadi hari Sabtu, kemudian diikuti pengajian-pengajian tengah minggu yang lebih kecil. Union kini menaungi dua organisasi induk yaitu Persatuan Dakwah Victoria (PDV) dan Gabungan Buruh Migran Muslim Hong Kong (Gammi).

"Ini organisasi yang lahir dari bawah dan kita memfasilitasi," jelas pria yang manyandang gelar Master of Comparative Religion dari International Islamic University of Islamabad.

Muhaemin mencontohkan PDV memiliki sejumlah anak organisasi yang menggelar sejumlah pelatihan komputer, menjahit dan berwira usaha untuk para TKI. "Pelatihan ini selalu penuh peminat, karena para TKI menyadari mereka memerlukan bekal untuk hidup mandiri," kata Muhaemin bersemangat.

Umat muslim di Hong Kong selalu menekankan di kalangan mereka perlunya menunjukkan wajah Islam yang ramah. Para TKI pun berperan sebagai role model muslim di rumah majikannya.

Pekerjaan sebagai pembantu tidak menjadi halangan mereka untuk menunaikan salat. Mereka sudah biasa salat menggunakan celana training sebagai pengganti mukena, atau meringkas salat dengan metode jamak dan qashar.

"Sekarang banyak majikan yang mencari TKI berjilbab karena dinilai kerja dan perilakunya baik. Bahkan ada majikan yang masuk Islam karena pembantunya yang berjilbab," jelas Muhaemin.

Muhaemin menatap optimistis masa depan umat Islam di Hong Kong. Selain respons pemerintah Hong Kong yang positif, umat Islam di Hong Kong juga punya tekad untuk maju dan menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat.

"Union berencana untuk menambah lagi da'i-da'i di Hong Kong dengan cara open recruitment untuk memperkuat dakwah di masa depan," pungkas Muhaemin.

sumber:

Jejak Tionghoa Penyebar Islam di Masjid Lautze Bandung 0

Binyo Wayang | 10.04 |

WARNA merah di bagian luar Masjid Lautze 2 sama kondisinya dengan bagian dalam masjid. Masjid ini terletak di Jalan Tamblong 27 Bandung, Jawa Barat. Posisinya cukup mencolok karena berdiri di antara pertokoan yang ada di rute menuju Jalan Asia-Afrika.

Dari kejauhan, bentuk Masjid Lautze 2 merah menyala seperti kelenteng. Namun yang membedakannya adalah pintu masuk ke dalam masjid yang melengkung menyerupai kubah. Selain itu, ada papan nama “Masjid Lautze 2” yang berwarna kuning-merah di dekat pintu masuk tersebut.

Di dalam masjid, terdapat ruangan 7x6 meter yang cukup menampung 60 jemaah. Semua tembok ruangan juga berwarna merah, kecuali meja mimbar dan tiang penyangga. Masjid ini memiliki beberapa ruang, yakni ruang salat utama, ruang sekretariat di lantai 1,5 seukuran 4x2,5 meter, satu gudang di bawah tangga, dan satu ruang wudu dan toilet.

Di suatu dinding masjid menempel foto tiga tokoh nasional yaitu Presiden RI Pertama Soekarno, KH Abdul Malik Karim Amrullah atau Buya Hamka. Dua orang itu berdiri di samping kiri dan kanan Abdul Karim Oei Tjeng Hien yang duduk sendirian di kursi kayu.

Foto yang dicetak 1973 itu tentu tidak kebetulan saja menempel di dinding Masjid Lautze 2. Foto itu menegaskan bahwa tokoh Abdul Karim Oei Tjeng Hien bukanlah orang sembarangan. Dia adalah ulama perintis ajaran Islam keturunan Tionghoa di Indonesia sekaligus tokoh pendiri Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI).

Karim Oei juga salah satu nasionalis yang disegani lawan dan kawan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak heran jika dia berfoto dengan dua tokoh nasional sekelas Soekarno dan Buya Hamka.

Karim Oei meninggal pada 1988. Untuk mengenang tokoh Tionghoa legendaris itu pada 1991 organisasi kemasyarakatan dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, KAHMI, Al-Washliah, ICMI, dan beberapa tokoh muslim Tionghoa lainnya mendirikan Yayasan Haji Karim Oei, sebagai pusat informasi Islam khususnya bagi kalangan etnis Tionghoa.

Sekertaris Dewan Keluarga Masjid Lautze 2, Utom Cahria, menyebutkan bagi Masjid Lautze 2 Karim Oei memiliki arti khusus. Pasalnya, Yayasan Haji Karim Oei-lah menjadi cikal bakal berdirinya Lautze Management Centre yang kemudian mmendirikan Masjid Lautze pertama di daerah Pecinan Jakarta pada 1991.

Pada 2007, yayasan tersebut mendirikan Masjid Lautze 2 di Jalan Tamblong 27 Bandung.

“Sebenarnya aktivitas masjid sudah terjadi sejak 2004. Tapi waktu itu aktivitasnya masih menyatu dengan toko buku. Pada 2007 toko buku ini direnovasi menjadi masjid,” tutur Utom saat berbicang dengan okezone di Masjid Lautze 2.

Hasil renovasi, arsitektur Masjid Lautze 2 menunjukkan perpaduan budaya kelenteng Tionghoa dan Islam. Dari kejauhan, posisi masjid ini ibarat potret Islam di tengah masyarakat urban mengingat letaknya yang dihimpit pertokoan, bahkan bagian atasnya berdiri sebagian ruangan hotel. Sementara Masjid Lautze menempati tanah seluas 9x7 meter.

Utom menjelaskan, bagian luar dan dalam masjid sengaja dicat dengan warna merah, warna kebesaran orang Tionghoa. Dengan cat merah, jemaah masjid yang kebanyakan memang warga Tionghoa keturunan akan merasa memasuki rumah sendiri.

“Arsitekturnya memang agak nyeleneh. Itu dibuat supaya orang Tionghoa tidak segan masuk ke dalam masjid. Kan ada orang Tionghoa yang segan masuk ke masjid. Dengan nuansa Masjid Lautze, mereka akan merasa seperti di rumah sendiri,” terang pria yang sejak 2010 masuk ke dalam kepengurusan DKM Masjid Lautze ini.

Selain itu, bangunan sengaja dibuat seperti kelenteng untuk menarik simpatik orang-orang Tionghoa non-muslim yang ingin memeluk Islam.

Terbukti dengan nuansa tersebut banyak orang Tionghoa non-muslim yang memasuki masjid. Sejak Masjid Lautze berdiri pada 2 pada 2007, sudah sekira 150 non-muslim keturunan Tionghoa yang memeluk Islam.

Mereka yang datang ke Masjid Lautze 2 dari berbagai kalangan, mulai dari warga keturunan Tionghoa yang sekadar konsultasi hingga kalangan dari universits swasta.

“Malah mahasiswa Universitas Maranatha sering datang untuk melakukan penelitian. Awalnya mereka sangka ini kelenteng. Mereka masuk ke sini untuk melakukan wawancara dan penelitian terkait tugas kuliah,” tuturnya.

Pada Ramadan, kata Utom, masjid selalu dimeriahkan dengan berbagai program tahunan. Mereka menjadikan Masjid Lautze 2 sebagai tempat ngabuburit atau menunggu waktu buka puasa. Masjid juga menyediakan tajil harian bagi siapa saja yang ingin buka puasa di Masjid Lautze 2 sambil dilanjutkan salat Magrib.

Selain tajil harian, Masjid Lautze juga menggelar Takjil on The Road. Ini dilakukan hasil kerja sama DKM Masjid Lautze dengan sebuah perusahaan. Daerah sasaran Takjil on The Road tahun lalu adalah Jalan Padalarang, Cileunyi, dan Buah Batu.

“Kita juga biasa menerima uang titipan warga untuk dibelikan takjil,” ujarnya.

sumber:

Ini Cara Naqsabandiyah Tentukan Awal Ramadan 0

Binyo Wayang | 09.59 |

PADANG- Jemaah Tarekat Naqsabandiyah Padang, Sumatra Barat, mulai melaksanakan ibadah puasa mulai hari ini. Semalam mereka melaksanakan salat Tarawih, salah satunya digelar di Masjid Baitul Makmur, Kampung Dalam, Kecamatan Pauh, Padang, Sumatera Barat.

Dalam ceramah agama menjelang salat Tarawih, Syafri Malin Mudo mengatakan penentuan awal Ramadan dilakukan dengan melihat bulan melalui mata telanjang. Pengamatan bulan ini dilakukan dengan tiga tahap selama Syakban. Penentuan didasarkan pada kesempurnaan bentuk bulan, baik setengah maupun penuh.

“Kita melihat bulan itu tidak sama dengan Islam lainnya, mereka melihat bulan memakai teropong, tapi kalau kita melihat bulan dengan cara mata telanjang,” jelasnya kepada jemaah Naqsabandiyah di Jalan DR Mohammad Hatta.

Pria yang akrab disapa Buya Piri ini melanjutkan, bulan yang pertama dilihat pada tengah malam tanggal 8 Syakban. “Saat itu bulan baru setengah yang tampak,” lanjutnya.

Kemudian, penglihatan bulan dilanjutkan pada malam 15 Syakban di mana bulan telihat penuh. Pengamatan bulan terakhir pada saat fajar tanggal 22 Syakban. “Dari perhitungan itu dan berdasarkan hisab Munjit (penanggalan jemaah Naqsabandiyah) dipastikan Ramadan jatuh pada 30 Juli 2011,” katanya.

Dia menambahkan, salat Tarawih pertama diikuti sekira 100 orang di Masjid Baitul Makmur. Usia jemaah umumnya di atas 35 tahun dan didominasi lanjut usia. Salat dilakukan sebanyak 23 rakaat.

Sumber:

Apa Hukumnya Zakat Pakai Kartu Kredit? 0

Binyo Wayang | 09.52 |

Tanya: Assalamualaikum. Saya bingung ini Ustadz, kartu kredit terkena zakat tidak ya? Terimakasih (Hamba Allah, Indonesia)

Jawab: Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan makin pesatnya perkembangan sains dan teknologi modern telah menimbulkan dampak besar terhadap kehidupan manusia, termasuk kegiatan ekonomi bisnis. Seperti tata cara perdagangan melalui e-commerce, sistem pembayaran dan pinjaman dengan kartu kredit, sms banking, ekspor impor dengan media L/C, dan lainnya.

Berkaitan dengan masalah sistem pembayaran dan peminjaman dengan kartu kredit yang saat ini sedang mewabah di seluruh dunia dalam transaksi jual beli, bahkan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan dan sekaligus meningkatkan prestise penggunanya, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

• Kartu kredit pada hakikatnya sebagai sarana mempermudah proses jual-beli yang tidak tergantung kepada pembayaran kontan dengan membawa uang tunai. Status hukumnya menurut fiqih kontemporer adalah sebagai objek atau media jasa kafalah (jaminan).

Perusahaan perbankan dalam hal ini yang mengeluarkan kartu kredit (bukti kafalah) sebagai penjamin (kafil) bagi pengguna kartu kredit tersebut dalam transaksi jual beli. Oleh karena itu berlaku di sini hukum masalah ‘kafalah’.

Para ulama membolehkan sistem dan praktik kafalah dalam mu’amalah berdasarkan dalil alquran, Sunnah dan Ijma’. (Lihat, Al-Fiqhu al-Islami wa adillatuhu, Dr. Wahbah az-Zuhaili; Fiqhu as-Sunnah, Sayyid Sabik; Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 11/DSN-MUI/IV/2000)

• Bisnis jasa kartu kredit tersebut boleh selama dalam praktiknya tidak bertransaksi dengan sistem riba yaitu memberlakukan ketentuan bunga, bila pelunasan hutang kepada penjamin lewat jatuh tempo pembayaran atau menunggak. Disamping itu ketentuan uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal, sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional.

Agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kerdit tertentu. (Lihat, DR. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu). Dengan demikian dibolehkan bagi umat Islam untuk menggunakan jasa kartu kredit (credit card) yang tidak memakai sistem bunga.

• Namun bila terpaksa atau tuntutan kebutuhan mengharuskannya menggunakan kartu kredit konvensional yang memakai ketentuan bunga, maka demi kemudahan transaksi dibolehkan memakai kartu kredit  dengan keyakinan penuh menurut kemampuan finansial dan ekonominya dapat  membayar utang dan komitmen untuk melunasinya tepat waktu. Sehingga tidak terjebak dengan praktik riba yang diharamkan. (Fatwa Dar al-Ifta’ al-Mishriyah).

Sebab hukum pemakan dan pemberi uang riba adalah sama-sama haram berdasarkan riwayat Ibnu Mas’ud bahwa: “Rasulullah saw melaknat pemakan harta riba, pembayar riba, saksi transaksi ribawi dan penulisnya.” (HR.Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

• Berkaitan dengan transaksi yang terjadi antara pengguna kartu kredit konvensional dengan bank penerbit kartu, yang didalamnya terdapat beberapa komitmen berbau riba yang intinya mengharuskan pemegang kartu untuk membayar bunga-bunga riba atau denda-denda finansial bila terlambat menutupi utangnya, maka dalam hal ini ulama fiqih kontemporer berselisih pendapat.

Namun sebagian besar ulama mengatakan bahwa transaksi itu sah, namun komitmennya batal. Yakni apabila pihak nasabah yakin bahwa dia akan mampu menjaga diri untuk tidak terjerumus ke dalam konsekuensi menanggung akibat komitmen tersebut. Karena syarat rusak ini pada dasarnya menurut kaca mata syariat sudah batal dengan sendirinya. Syarat ini munkar dan justru harus dilakukan kebalikannya.

Oleh karena itu, secara syariah tidak ada masalah tentang sistem pembayaran zakat menggunakan media kartu kredit, dengan komitmen penuh untuk melunasi pembayaran sebelum jatuh tempo sehingga terhindar dari bunga yang diharamkan dalam Islam.

Karena kartu kredit di sini hanya berfungsi sekedar sebagai kemudahan talangan pembayaran, sekaligus untuk memperlancar dan mengoptimalkan mobilisasi pembayaran zakat, infaq, dan shodaqoh.

Dengan demikian semoga dengan kemudahan ini menjadikan umat Islam makin bergairah untuk menunaikan kewajibannya demi kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Wallahu a’lam bi ash-showab.




Ustaz Kardita Kintabuwana, Lc, MA





sumber

MUI Tak Larang Muslim Buka Bersama di Gereja 0

Binyo Wayang | 00.09 |

Sejumlah gereja di Yogyakarta kerap menggelar acara buka puasa bersama pada bulan Ramadan, sebagai bentuk toleransi umat beragama. Majelis Ulama Indonesia DIY pun tidak melarang gereja-gereja tersebut untuk melakukan kegiatan buka puasa bersama bagi umat Islam.

“Kami tidak melarang pengurus gereja buka bersama di gereja. Tidak ada larangan dari agama,” kata Ketua MUI Daerah Istimewa Yogyakarta, Toha Abdurrahman. Menurutnya, Islam tidak melarang umatnya untuk berbuka puasa di tempat ibadah agama lain.

Tapi, Toha menambahkan, sebaiknya umat Islam tidak perlu sampai buka puasa di Gereja. MUI Yogyakarta juga mengimbau pemilik warung makan atau pedagang makanan agar jangan terlalu memamerkan barang dagangannya. Lebih baik lagi, kata Toha, apabila warung atau dagangan buka di malam hari saja.

Menyambut bulan suci Ramadan, MUI Yogya pun mengimbau pada semua perusahaan yang ada di wilayah DIY untuk mengurangi jam kerja pegawainya. “Kepada pemerintah, kami juga mengimbau untuk mengurangi jam kerja Pegawai Negeri Sipil,” kata Toha.

sumber


 
Hikmah Berpuasa Copyright © 2011 This Blog is Created by Binyo Wayang Home | RSS Feed | Comment RSS